139 Ribu Batang Rokok Ilegal Disita di Situbondo, DBHCHT 2026 Dipangkas Separuh

Jumat, 12 Desember 2025 | 16:52:10 WIB

SITUBONDO — Peredaran rokok ilegal di Situbondo masih menjadi pekerjaan rumah aparat penegak hukum. Sepanjang Januari hingga November 2025, Bea Cukai mencatat penindakan terhadap 139.600 batang rokok ilegal di daerah ini. Angka tersebut mencerminkan intensitas pengawasan di wilayah yang menjadi lintasan distribusi, meski bukan daerah produsen rokok ilegal.

Data itu disampaikan Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan Bea Cukai Jember, Ulfa Alfia, seusai talk show optimalisasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) 2025 yang digelar Dinas Komunikasi dan Informatika Situbondo di kawasan wisata Pasir Putih, Jumat, 12 Desember 2025.

Menurut Ulfa, secara keseluruhan penindakan di wilayah kerja Bea Cukai Jember—yang meliputi Kabupaten Jember, Situbondo, dan Bondowoso—mencapai sekitar 2,9 juta batang rokok ilegal. Namun, tren peredaran di ketiga daerah itu tidak seragam.

“Antara tiga kabupaten ini memang anomali, ada yang naik ada yang turun. Peredarannya dipengaruhi banyak faktor,” kata Ulfa.

Ia menegaskan, penindakan akan tetap berjalan beriringan dengan upaya sosialisasi. Bea Cukai berharap pendekatan edukatif dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dan menekan pelanggaran. Menurut Ulfa, kelompok yang paling rentan terdampak justru pedagang kecil di tingkat bawah.

“Yang jadi korban itu justru masyarakat bawah, terutama pemilik warung kecil. Besar atau kecil tetap kita tindak, tapi harapannya ke depan tidak ada lagi yang mengonsumsi atau mengedarkan,” ujarnya.

Ulfa menjelaskan, Situbondo tidak termasuk daerah penghasil rokok ilegal. Namun, letaknya yang memiliki jalur darat dan laut menjadikan wilayah ini rawan sebagai lintasan distribusi, sehingga pengawasan harus dilakukan lebih ketat.

Di tengah upaya penertiban tersebut, Ulfa juga mengungkapkan kabar penurunan alokasi DBHCHT untuk Situbondo pada 2026. Penurunan itu mencapai 50 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

“2025 naik, 2026 turun. Dan itu seluruh Indonesia. Penurunannya 50 persen, dari 73 jadi 39. Bukan berarti dana ke masyarakat berkurang, hanya mekanismenya yang berubah,” katanya.

Mulai 2026, pengelolaan DBHCHT tidak lagi sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah daerah. Dana tersebut akan dikelola langsung oleh kementerian sesuai bidangnya. Program kesejahteraan sosial akan ditangani Kementerian Sosial, sementara anggaran kesehatan berada di bawah Kementerian Kesehatan.

Kepala Bagian Perekonomian, Pembangunan, dan SDA Setkab Situbondo, Imam Suhaidi, yang juga menjadi narasumber dalam kegiatan itu, menilai DBHCHT selama ini berperan penting dalam mendukung pembangunan daerah. Ia menegaskan, alokasi untuk sektor kesehatan tidak boleh dialihkan. Adapun sisa dana dari bidang lain dapat dimanfaatkan untuk memperkuat layanan kesehatan.

Imam menambahkan, Situbondo memiliki keuntungan dari sisi pertanian tembakau. Dari seluruh wilayah kecamatan, hanya dua yang tidak memiliki lahan tembakau. Selain itu, terdapat tiga pabrik rokok yang beroperasi di daerah tersebut.

“Potensi ini yang selama ini menopang penerimaan DBHCHT di Situbondo,” katanya.

Terkini