JAKARTA – Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menyatakan bahwa partainya mendukung wacana perubahan sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) dari langsung menjadi tidak langsung. Ia menyebut, alasan utama dukungan itu adalah tingginya biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan pilkada langsung.
“PKB mendukung itu karena banyak pilkada yang high cost, banyak yang menyisakan beban politik. Kami ingin demokrasi yang lebih murah,” ujar Muhaimin atau yang akrab disapa Cak Imin, saat ditemui di Jakarta, Rabu (30/7/2025).
Mengenai mekanisme teknis pilkada tidak langsung, Cak Imin menyerahkannya kepada DPR untuk dibahas lebih lanjut. Menurutnya, saat ini tengah dilakukan inventarisasi persoalan agar seluruh paket undang-undang politik bisa benar-benar mendukung percepatan pembangunan.
“Kita serahkan ke DPR untuk didiskusikan. Sekarang masih dalam tahap inventarisasi masalah, agar paket UU politik ke depan menjamin akselerasi pembangunan nasional,” jelasnya.
Cak Imin juga membantah bahwa usulan pilkada tak langsung hanya untuk menyenangkan pihak tertentu, termasuk Presiden Prabowo Subianto. Ia menegaskan bahwa gagasan tersebut sudah lama diusung PKB, bahkan menjadi bagian dari hasil Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) beberapa tahun lalu.
“Ini bukan usulan baru. Keputusan PBNU dan Muktamar NU enam tahun lalu juga menyerukan evaluasi total terhadap pilkada langsung. Kemudian diikuti musyawarah alim ulama dan pengalaman di lapangan yang tidak kondusif,” katanya.
Menariknya, Cak Imin menyebut Presiden Prabowo justru belum sepenuhnya setuju dengan usulan ini. “Pak Prabowo malah enggak setuju kalau pemilihan tidak melalui demokrasi. Minimal DPRD lah. Tapi ya, kita lihat nanti,” tambahnya.
Dalam peringatan Hari Lahir ke-27 PKB di Jakarta pada 23 Juli lalu, Cak Imin sempat mengusulkan agar kepala daerah dipilih oleh DPRD atau ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat. Ia menyebut hal itu sebagai bagian dari penyempurnaan tata kelola politik nasional.
Usulan tersebut juga didasarkan pada masukan sejumlah kepala daerah yang merasa proses politik yang panjang sering kali menghambat konsolidasi dan efektivitas pemerintahan di daerah.
“Beberapa kepala daerah mengeluhkan lambatnya konsolidasi akibat proses politik yang terlalu panjang. Ini harus jadi bahan evaluasi,” pungkasnya.[]