Prof Didin: Partai Politik Jadi Sandera Modal, Demokrasi Tergadai Oligarki

Prof Didin: Partai Politik Jadi Sandera Modal, Demokrasi Tergadai Oligarki

JAKARTA – Guru Besar Ekonomi Politik Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof Dr Didin S Damanhuri, menyoroti lemahnya kemandirian partai politik di Indonesia. Menurutnya, kondisi ini menjadi akar maraknya praktik korupsi sekaligus pintu masuk dominasi oligarki dalam demokrasi.

“Dalam penyelenggaraan event politik nasional, saya kira 90 persen pembiayaannya berasal dari sumbangan para pengusaha,” ujar Didin, Selasa (19/8/2025).

Ketergantungan itu, lanjutnya, menciptakan lingkaran setan korupsi. Setelah terpilih, elite politik memberi konsesi sebagai balas jasa. “Dari Pilpres, Pileg, sampai Pilkada, praktik ini berulang. Dampaknya, sekitar 60 persen elite politik di pusat maupun daerah terjerat kasus hukum, terutama korupsi,” tegasnya.

Demokrasi Prosedural, Ekonomi Oligarkis

Didin menilai fenomena tersebut membuat demokrasi Indonesia hanya berjalan di permukaan. “Demokrasi politik kita prosedural, tidak substansial. Demokrasi ekonomi jauh lebih buruk. Indonesia termasuk salah satu negara dengan ketimpangan tertinggi di dunia. Pertumbuhan ekonomi 5 persen lebih banyak dinikmati pejabat, bukan rakyat,” jelasnya.

Ia menambahkan, praktik transaksional antara pengusaha dan politisi telah merusak kualitas demokrasi. Bahkan, hukum sering dimanfaatkan korporasi untuk mengakumulasi kekayaan melalui lobi politik. “Pasal-pasal regulasi dibeli, bukan berdasarkan efisiensi atau inovasi. Akibatnya sistem hukum dan demokrasi kita rusak,” ucapnya.

Usulan Reformasi Pendanaan Partai

Sebagai jalan keluar, Didin mendorong reformasi sistem pendanaan partai politik. Ia mengusulkan pembiayaan hanya bersumber dari iuran anggota dan APBN, bukan sumbangan korporasi. “Di Jerman atau Inggris, sumbangan korporasi dilarang. Itu membuat politik lebih sehat,” katanya.

Meski begitu, ia membuka ruang donasi publik dengan syarat diawasi ketat oleh PPATK dan KPK. “Bisa saja ada sumbangan terbuka, tapi harus clean dan transparan. Jangan sampai seperti kasus dana judi online yang lolos,” ujarnya.

Tekan Kebocoran APBN

Lebih jauh, Didin menekankan pentingnya efisiensi penggunaan anggaran negara. Berdasarkan penelitiannya, kebocoran APBN mencapai 40 persen. “Kalau kebocoran ditekan 10 persen saja, dana yang tersedia akan sangat besar. Tapi masalahnya negara ini sudah terlalu bocor, korup, dan tidak efisien. Itu yang harus dibersihkan dulu,” pungkasnya.[]

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index