JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelisik dugaan praktik korupsi dalam pengelolaan kuota haji 2023–2024.
Terbaru, KPK memeriksa Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) sekaligus Direktur Utama PT Kafilah Maghfirah Wisata, Firman Muhammad Nur, pada Selasa (2/9).
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebut pemeriksaan saksi difokuskan pada alur pemberian kuota tambahan haji tahun 1445 H/2024 M.
“Saksi didalami bagaimana proses mendapatkan kuota tambahan, berapa yang diberangkatkan dari kuota tambahan, berapa biaya yang diminta agar mendapatkan kuota tambahan, dan mengapa orang yang baru mendaftar di 2024 bisa langsung berangkat tanpa mengikuti nomor urut,” ujar Budi, Kamis (4/9).
Selain Firman, KPK juga memeriksa Staf PT Tisaga Multazam Utama, Kushardono, serta Kepala Cabang Nur Ramadhan Wisata Surabaya, Agus Andriyanto.
Ketiganya dimintai keterangan terkait dugaan korupsi dalam penentuan kuota haji di Kementerian Agama.
Kerugian Negara Capai Rp1 Triliun Lebih
Kasus ini mulai disidik pada 9 Agustus 2025, setelah KPK memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Lembaga antirasuah juga berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung potensi kerugian negara.
Pada 11 Agustus, KPK mengumumkan nilai awal kerugian negara diduga mencapai Rp1 triliun lebih, serta menetapkan pencegahan ke luar negeri terhadap tiga orang, termasuk Yaqut.
Pansus DPR Soroti Kejanggalan
Tak hanya KPK, Pansus Angket Haji DPR RI juga menemukan sejumlah kejanggalan. Salah satunya terkait pembagian 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Kementerian Agama saat itu membagi 10.000 kuota untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Padahal, sesuai UU No. 8 Tahun 2019, porsi haji khusus mestinya hanya 8 persen, sementara reguler 92 persen.
Temuan inilah yang memperkuat dugaan adanya penyimpangan dalam pengelolaan kuota haji 2024.[]