JAKARTA – Ibrahim Arief, figur yang dulu disanjung sebagai salah satu talenta unggulan di dunia teknologi Indonesia, kini menghadapi sorotan tajam setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Proyek yang berlangsung pada periode 2019–2022 ini diduga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1,9 triliun dari total nilai anggaran sekitar Rp9,9 triliun.
Karier Ibrahim sempat melejit saat menjabat sebagai Vice President di perusahaan e-commerce Bukalapak. Ia dikenal sebagai sosok brilian yang pernah menolak tawaran bekerja di perusahaan teknologi raksasa Facebook, demi mendedikasikan keahliannya di sektor publik.
Lulusan Teknik Informatika dari Institut Teknologi Bandung (ITB) ini melanjutkan pendidikannya ke Eropa lewat program Erasmus Mundus dalam bidang informatika dan teknologi media, serta sempat menempuh studi doktoral di Norwegia meski tidak diselesaikan.
Keputusannya untuk kembali ke Indonesia dilandasi niat berkontribusi dalam sistem pendidikan nasional, hingga akhirnya menjabat sebagai konsultan proyek infrastruktur manajemen sekolah di Kemendikbudristek.
Namun perjalanan tersebut berubah drastis. Pada 15 Juli 2025, Kejaksaan Agung menetapkan Ibrahim sebagai salah satu dari empat tersangka dalam kasus korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook.
Tiga tersangka lain yang turut dijerat adalah Jurist Tan (eks Staf Khusus Menteri Pendidikan Nadiem Makarim), Sri Wahyuningsih (eks Direktur Sekolah Dasar), dan Mulyatsyah (eks Direktur SMP).
Sebelum penetapan tersangka, Kejagung telah lebih dulu menggeledah rumah Ibrahim di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, pada Mei 2025, dan menyita sejumlah barang elektronik. Ia juga telah diperiksa dua kali sebagai saksi, yakni pada 12 Juni dan 8 Juli, serta dikenai larangan bepergian ke luar negeri.
Penetapan tersangka dilakukan setelah tim penyidik menjemput paksa Ibrahim di rumahnya. Kuasa hukumnya, Indra Haposan Sihombing, menyatakan bahwa kliennya sedang bermain bersama anak dan istrinya saat dijemput. Ia menambahkan, Ibrahim sebenarnya telah mengajukan penundaan pemeriksaan karena alasan kesehatan, namun proses hukum tetap berjalan.
Meski status tersangka telah disematkan, Ibrahim tidak langsung ditahan. Berdasarkan hasil pemeriksaan medis, ia disebut mengalami gangguan jantung kronis sehingga Kejagung memutuskan untuk memberlakukan penahanan kota.
"Ibrahim Arief dilakukan penahanan kota karena berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, yang bersangkutan mengalami gangguan jantung yang sangat kronis," jelas Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus.
Atas keterlibatannya, Ibrahim dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Kasus ini menjadi potret ironis dari seorang profesional berprestasi yang pernah bersinar di dunia teknologi global, namun kini tersandung perkara besar dalam pengelolaan anggaran pendidikan nasional. []